10 Negosiasi Indonesia-Amerika Terkait Tarif Trump

10 Negosiasi – Saat Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, dunia perdagangan global mendadak berubah liar. Kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan pada banyak negara mitra dagang membuat banyak pihak kelimpungan—tak terkecuali Indonesia. Negeri ini harus segera bersiap menghadapi kemungkinan di jegal dalam ekspor karena produk-produk unggulan di bidik tanpa ampun oleh strategi dagang ‘America First’ milik Trump.

Beberapa komoditas Indonesia, seperti karet, alas kaki, tekstil, hingga elektronik, langsung terancam dengan kebijakan tarif balasan. Trump melihat surplus perdagangan sebagai ancaman dan menuntut “fair trade”, tapi dengan versinya sendiri yang condong ke proteksionisme. Indonesia pun tak tinggal diam, negosiasi dimulai.

1. Lobi Lewat Generalized System of Preferences (GSP)

Langkah awal yang di ambil Indonesia adalah mempertahankan fasilitas GSP dari AS—sebuah skema dagang yang memberi keringanan bea masuk. Trump mulai mengevaluasi ulang negara-negara penerima GSP, termasuk Indonesia. Lewat lobi intensif dari Kementerian Perdagangan dan Kedubes RI di Washington DC, Indonesia akhirnya tetap bisa mempertahankan GSP, meski dengan syarat evaluasi slot bonus new member 100 berkala yang lebih ketat.

2. Perang Dagang AS-Tiongkok Dimanfaatkan Indonesia

Alih-alih pasif, Indonesia mulai memanfaatkan celah dari perang dagang AS-Tiongkok. Banyak perusahaan Amerika yang mencari mitra baru di Asia Tenggara, dan Indonesia mengambil momen itu untuk menawarkan diri sebagai mitra produksi alternatif. Dalam berbagai pertemuan bilateral, Indonesia menekankan stabilitas ekonomi dan demografi produktif sebagai nilai jual.

3. Tuntutan Standar Produk yang Diperketat

Amerika Serikat di bawah Trump secara brutal memperketat standar masuk produk impor, termasuk dari Indonesia. Mulai dari standar lingkungan, tenaga kerja, hingga aspek keamanan konsumen. Pemerintah Indonesia pun terpaksa memperbarui berbagai regulasi nasional agar tidak kehilangan akses pasar AS. Negosiasi intens terjadi, khususnya di sektor tekstil dan makanan olahan.

4. Perundingan Soal Pajak Digital

Ketika Indonesia mulai serius menerapkan pajak digital bagi perusahaan-perusahaan raksasa seperti Google, Facebook, dan Amazon, AS langsung menunjukkan ketidaksenangan. Lewat jalur negosiasi bilateral dan tekanan diplomatik, Amerika mencoba menghalangi langkah itu. Namun Indonesia tak goyah, justru mengusulkan skema global melalui OECD. Tarik-menarik kepentingan pun mewarnai diplomasi ekonomi digital.

5. Dorongan Trump Soal Kerja Sama Militer

Trump di kenal gemar mengaitkan kerja sama militer dengan keuntungan dagang. Dalam berbagai kesempatan, AS menekan Indonesia untuk membeli lebih banyak alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari mereka. Indonesia, sambil menjaga posisi netralnya, berupaya menyeimbangkan antara kepentingan pertahanan dan kemandirian ekonomi, termasuk dalam negosiasi tarif.

6. Desakan AS Buka Pasar Sektor Jasa

Dalam berbagai pertemuan dagang, AS secara agresif mendesak agar Indonesia membuka lebih luas pasar sektor jasa, terutama untuk sektor keuangan, pendidikan, dan asuransi. Pemerintah Indonesia, melalui negosiator berpengalaman, menolak membuka secara penuh tanpa perlindungan terhadap pelaku usaha lokal. Ini menjadi titik panas dalam situs slot.

7. Ekspor Baja dan Aluminium yang Dihantam

Baja dan aluminium Indonesia jadi korban langsung kebijakan tarif Trump. AS mengenakan bea masuk tambahan hingga 25 persen, membuat produk ekspor RI langsung tidak kompetitif. Indonesia merespons dengan gugatan ke WTO dan terus menekan lewat jalur diplomatik agar pengecualian di berikan.

8. Negosiasi Langsung di Tingkat Menteri

Beberapa pertemuan antara Menteri Perdagangan Indonesia dan Perwakilan Dagang AS di era Trump berlangsung tegang. Namun, ada beberapa kesepakatan yang berhasil di capai, seperti peningkatan pembelian produk agrikultur AS oleh Indonesia sebagai kompensasi tetapnya GSP. Kesepakatan ini sempat di kritik publik karena di nilai menguntungkan AS secara sepihak.

9. Isu Hak Asasi dan Lingkungan Diangkat AS

Trump memang kurang peduli pada isu HAM dan lingkungan dalam negerinya, tapi pemerintahannya tetap memanfaatkannya sebagai alat negosiasi dagang. Indonesia di tekan agar menerapkan standar tinggi dalam perlindungan buruh dan lingkungan, dengan iming-iming perpanjangan GSP. Di sisi lain, ini membuat posisi Indonesia terjepit di antara kebutuhan investasi dan kepatuhan terhadap standar global.

10. Rencana Perjanjian Perdagangan Bilateral yang Tak Pernah Terealisasi

Meski beberapa kali di ungkapkan, niat AS dan Indonesia untuk meneken perjanjian perdagangan bilateral formal (FTA) tak pernah terwujud selama masa jabatan Trump. Ketegangan politik dan arah dagang sepihak dari AS membuat Indonesia waspada untuk meneken perjanjian yang bisa jadi hanya menguntungkan satu pihak. Alih-alih FTA, Indonesia lebih memilih jalur kesepakatan sektoral dan mempertahankan kerja sama multilateral.